Sejarah mengenai hukum yang berlaku di Indonesia
Hukum
di Indonesia merupakan campuran dari
sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari
Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan
dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
Sejarah
Hukum di Indonesia
1. Periode
Kolonialsme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam
tiga tahapan besar, yaitu Periode VOC,
Liberal Belanda dan Politik etis hingga Penjajahan Jepang.
a) Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk :
·
Kepentingan
eksplotasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi dii negeri Belanda,
·
Pendisiplinan
rakyat pribumi dengan cara yang otoriter, dan
·
Perlindungan
terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap
orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah
hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemeintahan
dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara
dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi.
b) Periode Liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda
diterbitkan Regeringssreglement (selanjtnya di sebut RR 1854) atau Peraturan
tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi
kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur
perlindungan hukum terhadap kaum pribumi
dari kesewenang-wenangan pemerinntahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam
(Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap
eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian dan jaminan terhadap proses
peradilan yang bebas. Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung
pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan
hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan
kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subjek eksploitasinya saja
yang berganti dari eksploitasi oleh
negarr menjdai eksploitasi oleh modal swasta.
c) Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme
Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan
pada awaal abad 20. Diantara kebijakan-kebijkan awal politik etis yang
berkaitan langsung dengan pembaharuan
hukum adalah :
·
Pendidikan
untuk anak-anak pribumi,, termasuk pendidikan lanjut hukum
·
Pembentukan
Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi
·
Penataan
organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi
·
Penataan
lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas
·
Pembentukkan
peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Masa
pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan
perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang,
tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU
Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara,
diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer
disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang
peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata
peradilan;
2) Unifikasi kejaksaan;
3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan
pedesaan/lapangan;
4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum;
5)
Pengisian
secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan
orang-orang pribumi.
2.
Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.
Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b.
Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3.
Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a.
Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.
Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4.
Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit
lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar
pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan
perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku
semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini
ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan
permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung
meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran
HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat
untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara
mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaharuan
hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
Komentar
Posting Komentar